Temanggung – Forum yang diadakan oleh Dosen INISNU Temanggung, Sigit Tri Utomo dibantu oleh beberapa pihak dari kampus dan mahasiswa serta beberapa pemuda dari masyarakat, menghadirkan beberapa tokoh dhalang di Temanggung, penggiat seni dan pemuda Masyarakat diantaranya Dhalang Gunawan, Dhalang Ki Jendol Kahono, Penggiat seni Bapak Mulyono, S.Pd.SD, Bapak Heru dan Juga Bapak Walyana yang bisa dibilang sangat antusias dengan kewayangan sangat menumbuhkan rasa ingin tahu lebih dalam.
Hal ini dilatar belakangi oleh lunturnya budaya wayang di daerah masing-masing.
Seperti yang dikatakan Ibu Ana Sofiyatul Azizah, S.S., M.Pd. selaku anggota peneliti “Sebuah keresahan bagi kita jika orang jawa tidak mengenal budaya wayang, maka dengan ini harapannya kita sebagai orang jawa bisa mengangkat, mengenalkan budaya wayang kepada Masyarakat sekitar dan anak temurun kita yang memang sudah terkenal di luar Nusantara justru disini malah tidak dikenal karena sedikit sekali perekembangannya.”
“Kewayangan ini memberikan ciri khas kehidupan atau bisa dibilang bahwa kewayangan ini menggambarkan kehidupan manusia di dunia.walaupun jadi satu di dunia tapi punya watak sendiri-sendiri” tutur Bp. Mulyono selaku penggiat seni Temanggung.
Kondisi saat FGD dan saling memperkenalkan diri sangat fleksibel, sembari memperkenalkan diri mereka juga menceritakan sedikit tentang wayang. Temanggung mempunyai ciri khas wayang tersendiri yaitu, wayang kedu gagak temanggungan, jadi kedu sebagai wilayah karisidenan pada zaman jawa dulu. Ada kedu Temanggungan, kedu Purworejo atau pagerehan kaningsih, dan kedu wonosobo. Kedu temanggung ini sebenarnya kedu menorah, menurut Sejarah wilayah pemerintahan dulunya Temanggung ini merupakan Kedu Menoreh yang wilayahnya sampai deretan bukit Menoreh. Namun masih menjadi pertanyaan besar bagi Bp. Gunawan apakah kedu Menoreh ini kedu Temanggung dan kedu Magelang yang sama atau bukan. Dari beliau juga memastikan dari semuanya berbeda dengan gaya Surakarta, Jogjakarta, Cirebon, bahkan sekumpul dari kedu pun antara kedu temanggung, kedu wonosobo, kedu purworejo dari ketiganya pun mempunyai perbedaan yang signifikan. Tukas Dhalang Gunawan.
“Letak kegelisahan kami sebagai pelaku dhalang memang semakin kami rasakan karena sekarang wayang itu identiknya sebagai hiburan semata, jadi kajian filosofinya, antropologinya seolah-olah Masyarakat tidak peduli akan itu yang penting sinden njoget, megal-megol tabuhannya kenceng.” Tutur selaku Dhalang Gunawan
Di zaman sekarang Masyarakat memang lebih terfokus pada sindennya yang bisa dibilang sinden ayu dan tabuhanya yang asyik serta berbunyi kencang. Tanpa peduli dengan makna pertunjukan wayang tersebut.
Selaku kades kaloran Bp. Walyana juga menuturkan bahwa di daerah sana juga mengembangkan kesenian jawa bukan hanya wayang saja namun kobro, kudang kuning pun ada. Di kaloran bukan hanya ada dhalang saja tapi penggemar pun banyak disana.
Dari Kaloran pun ada Bp. Heru yang merupakan pencinta wayang, yang jika di kaloran ada pertunjukan wayang pasti beliau menghadirinya. Kecintaannya pada wayang mengantarkan beliau pada titik ini, walaupun beliau tidak menjadi dhalang namun beliau mampu dan mengerti dunia akan perwayangan.
Diskusi kajian wayang dibagi menjadi beberapa forum kecil yang nantinya akan lebih intes untuk pembahasannya. Forum ini berlanjut secara khidmat dan santai , mereka fokus akan diskusi tersebut. Acara ini diakhiri dengan diskusi kecil antar forum. (Syalma)